Jumat, 02 Juni 2017

Potensi Bulu Kambing dan Hambatannya dalam Pengembangan sebagai Produk Industri

Toko Online Jual Potensi Bulu Kambing dan Hambatannya dalam Pengembangan sebagai Produk Industri Grosir Tas Wanita Import Branded KW Super Murah Model Terbaru 2017-2018 Tas Model Terbaru Paling Tren 2016-2017 Berbagai contoh model tas terbaru untuk wanita saat ini Produk Terbaru Grosir Tas Batam Branded Murah Potensi Bulu Kambing atau Hambatannya internal Pengembangan bagai Produk
Industri
bagai pilihan yang bagus buat kalian yang pengen mencari solusi keterangan mengutip. Beberapa keterangan lainnya bisa kalian dapatkan disini serta baik.
Bulu Kambing
Bulu merupakan rambut pendek serta lembut pada tubuh binatang yng menyandang fungsi di antaranya distribusi atau bisa juga dikatakan bakal menyimpan panas badan serta menjaga kulit dari sinar matahari. Bulu kambing sewajarnya satu dari sekian banyaknya hasil samping pemotongan kambing. Bulu kambing sesudah pemotongan masih kagak kurang yng di Buang begitu saja tanpa dimanfaatkan makin lanjut. Andai tak dimanfaatkan, bulu kambing ini bisa bagai limbah yng kelihatannya mampu memicu pencemaran lingkungan lantaran proses penguraian bulu kambing di internal tanah lama.
Pemanfaatan Bulu Kambing
Bulu kambing sebetulnya bisa dimanfaatkan makin lanjut menjdai bahan baku yang dibuat industri. Era ini, bulu kambing dipakai oleh sebagian kecil masyarakat misalnya dibuat karpet ataupun sajadah, menjdai benang pancing, atau umumnya bersama kulit dibuat frame kaligrafi serta samak bulu. Kebanykan karpet ataupun permadani dibuat di negara Timur Tengah. Bulu kambing pun bisa dipintal serta dijadikan bahan baku tekstil semisal wool. Pendapat dari Ernawati et al. (2008), serat bulu kambing umumnya dicampur yang dengannya wool distribusi atau bisa juga dikatakan bakal memperoleh efek khusus, misalnya distribusi atau bisa juga dikatakan bakal memperbanyak keindahan, kadang pun dipakai distribusi atau bisa juga dikatakan bakal keperluan khusus, semisal distribusi atau bisa juga dikatakan bakal sikat. Serat bulu kambing yng biasa dipakai berawal dari serat mohair. Kegunan serat mohair diantaranya yakni distribusi atau bisa juga dikatakan bakal kain berbulu (selimut), distribusi atau bisa juga dikatakan bakal pakaian musim panas, distribusi atau bisa juga dikatakan bakal kain rajut serta distribusi atau bisa juga dikatakan bakal kain penutup kursi serta permadani.
Bagi masyarakat suku Badui Arab, Persia, serta Anatolia, permadani bagai benda yng Amat penting internal ke hidup-an orang-orang, semisal distribusi atau bisa juga dikatakan bakal membuat tenda distribusi atau bisa juga dikatakan bakal menjaga diri dari badai pasir serta alas lantai yng confortable distribusi keluarga. Selain itu, permadani pun dipakai distribusi atau bisa juga dikatakan bakal bagai hiasan dinding ataupun pembatas ruangan. Malah pun, dipakai menjdai selimut, tas, serta pelana kuda. Permadani dasarnya memang dipakai di dunia Islam menjdai alas lantai masjid serta rumah-rumah. Tidak jarang, permadani pun dipakai menjdai hiasan dinding di istana-istana raja pada zaman keemasan Islam.
Para seniman permadani Muslim pada zaman kejayaan Islam umumnya mempergunakan bulu domba (wool), kambing, ataupun bulu unta menjdai bahan pembuatan permadani (Bunyi Media, 2009). Karpet yng terbuat dari serat alami ataupun hasil buatan tangan memanglah memberikan nilai makin. Menguatkan aksen makin mewah, bakal tetapi tetap natural. Sementara itu, bahan karpet yng bagai incaran kaum papan buat yaitu karpet berbahan sutra serta wool dari bulu domba, kambing, serta unta. Harga masing-masing karpet berbeda, bergantung jenisnya. Karpet yang dengannya bahan wool dari bulu domba, kambing, serta unta ataupun sutra pintalan jauh makin kagak murah dibandingkan yang dengannya hasil buatan pabrik. Karpet handmade makin unik serta berbeda. Di Jakarta, misalnya, karpet buatan tangan dibanderol dengan harga yang sama Rp 2 juta sampai-sampai ratusan juta rupiah (Sari, 2009).
Potensi Produksi Perbulan di Jawa Tengah
Hampir 60% populasi kambing yng berkembang di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Didasari Ditjen Bina Produksi Peternakan tahun 2000, dari 15.209.720 ekor kambing di seluruh Indonesia, kira-kira 8.783.890 ekor kambing berada di Pulau Jawa. Populasi kambing di Indonesia rata-rata meningkat 2,2-4,3% pertahunnya (Mulyono serta Sarwono, 2009). Didasari Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan tahun 2004, populasi kambing di Jawa Tengah 2.985.845 ekor, Jawa Barat 1.304.433 ekor, D.I Yogyakarta 243.417 ekor, Jawa Timur 2.357.900 ekor, serta di Bali 62.014 ekor. Dalam 10 tahun ke depan diperkirakan populasi ternak ini bakal meningkat bagai 30-35 juta ekor. Sebagian besar bisnis peternakan kambing ditujukan distribusi atau bisa juga dikatakan bakal memenuhi permintaan produksi daging. Pada tahun 2002, produksi daging kambing kira-kira 50.991 ton ataupun setara yang dengannya pemotongan sebanyk 3.642.214 ekor ataupun kira-kira 27,92 % dari populasi. Produksi daging kambing pada tahun 2000-2004 cenderung terus meningkat, bakal tetapi populasinya mengalami penurunan sebesar 2,28 % pada tahun 1998 s/d 2002 (dari 13.342.074 ekor bagai 13.044.938 ekor) (Anonim, 2010).
Satu dari sekian banyaknya jenis kambing yng ada di Jawa Tengah yakni kambing peranakan Etawa sejumlah kira-kira 300.000 ekor (pada bulan Juli 2010) yng dibudidayakan di Kaligesing, Purworejo (Biro Humas Provinsi Jawa Tengah, 2010)
Ciri kambing PE rumpang lain berukuran besar, atau bobot matang rata-rata 40-45 kg (Mulyono serta Sarwono, 2009). Bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung serta paha, bulu paha panjang serta tebal. Warna bulu ada yng tunggal, putih, hitam serta coklat, bakal tetapi jarang didapati. Kebanykan terdiri dari dua ataupun tiga pola warna, yakni belang hitam, belang coklat, serta putih bertotol hitam. Jenis kambing di Indonesia yng lain yng bisa dimanfaatkan bulunya yakni kambing gembrong yng terdapat di Pulau Bali. Ciri khas dari kambing ini merupakan berbulu panjang. Panjang bulu kira-kira berkisar 15-25 cm, malah rambut pada bagian kepala sampai menutupi muka serta pendengaran. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm (Pamungkas et al., 2009). Bobot badan kambing matang kira-kira 32-45 kg (Mulyono serta Sarwono, 2009).
Didasari keterangan diatas bisa diasumsikan andai berat bulu yng diperoleh setiap pemotongan satu ekor kambing 3% dari bobot badan, bobot badan kambing PE rata-rata 42,5 kg, peningkatan populasi pertahun 3,25%, tiap pemotongan kira-kira 27,92%, maka selama satu tahun pemotongan bisa diperoleh bulu kambing dari kambing Peranakan Etawa di Jawa Tengah sebesar kagak makin makin 3% x 42,5 kg x (27,92% x 309.750) = 110.265 kg. Jadi internal 1 bulan kira-kira bisa diperoleh 9.189 kg. Andai bulu kambing ini bisa dimanfaatkan kelihatannya mampu diperoleh kira-kira 3 buah karpet yng berukuran sedang.
Hambatan internal Pengembangan menjdai Produk Industri
Hambatan internal pengembangan yang dibuat bulu kambing misalnya internal pembuatan karpet di antaranya yakni keterbatasan modal, SDM belum terampil mengolah bulu kambing bagai yang dibuat karpet, perangkat pemintal benang masih kagak banyak serta simpel, ketersediaan bahan baku yng relatif kagak banyak menjadikan ketersediaan benangnya dibatasi, atau waktu pembuatannya yng lama. Hal yang telah di sebutkan memicu harganya bagai Amat kagak murah. Selain itu, masih kagak banyak ataupun belum ada pengusaha yng bergerak pada bagian ini. Padahal terdapat kagak kurang RPH di Jawa Tengah menjadikan butuh pemasok di tiap kabupaten serta minimal ada 1 perusahaan yng menangani.
Proses Pengolahan Bulu Kambing
Cara pengolahan bulu kambing pada prinsipnya hampir percis yang dengannya pengolahan bulu domba. Tahap-tahap pengolahan bulu kambing pendapat dari Saleh (2004) meliputi:
1. Pencukuran bulu. Bulu kambing dicukur yang dengannya gunting, lantas hasil guntingan bulu dikumpulkan.
2. Penyortiran yakni memisahkan bulu dari kotoran (feses), rumput, ranting, tanah serta lain-lain.
3. Pencucian. Pencucian bulu di lakukan tiga tahap, yakni :
a. Perendaman. Bulu direndam internal cairan selama 12 jam (satu malam), lantas dibilas.
b. Pencucian yang dengannya deterjen di lakukan yang dengannya cara melarutkan 100 gram deterjen ke internal 10 liter cairan lantas merendam bulu selama 15 menit. Sesudah itu diangkat serta dibilas yang dengannya cairan bersih.
c. Pencucian yang dengannya desinfektan, yakni yang dengannya melarutkan desinfektan (lisol ataupun densol) sebanyk 100 cc ke internal 10 liter cairan. Lantas mencelupkan bulu yng telah dicuci yang dengannya deterjen ke internal larutan desinfektan. Sesudah itu diangkat, diperas serta langsung dijemur.
4. Penjemuran. Bulu dihamparkan (tipis saja) di buat meja penjemuran serta dijemur selama 1-2 hari pada waktu yng cerah.
5. Pemisahan, di lakukan yang dengannya cara menyobek-nyobek bulu yng masih menggumpal yang dengannya kedua tangan sampai bulu bagai terurai. Andaikan gumpalan bulu yang telah di sebutkan sulit diuraikan, maka digunting serta dibuang saja.
6. Penyisiran, bulu diletakkan di buat sisir lantas sisir diputar-putar sampai bulu yang telah di sebutkan terbentuk lembaran-lembaran tipis.
7. Pemintalan. Bulu yng telah disisir dimasukkan kagak banyak demi kagak banyak ke internal lubang benang perangkat pintal. Lantas memutar roda yang dengannya kaki terus menerus sampai terbentuk helai-helai benang. Setiap dua helai benang dipintal/digabung bagai benang.
8. Pemutihan. Benang hasil pintalan butuh diputihkan, tatacaranya yang dengannya merebus cairan 2 liter sampai mendidih lalu masukkan 2 sendok (± 10 ml) H2O2 serta 2 sendok deterjen. Lantas didihkan lagi serta memasukkan benang yng bakal diputihkan, diaduk-aduk sampai berbusa (± 5 menit). Sesudah itu diangkat serta dibilas yang dengannya cairan sampai bersih, lalu dijemur.
9. Pewarnaan. Pewarnaan benang mempergunakan pewarna tekstil, sesuai yang dengannya warna yng dimau-kan. Tatacaranya yang dengannya mencampurkan 10 liter cairan + 0,3 liter biang cuka + pewarna. Merebus benang internal campuran pewarna yang telah di sebutkan selama 1 jam, lalu diangkat serta ditiriskan. Lantas benang dicuci sekali lagi serta yang terakhir dikeringkan.
10. Pembuatan design. Design disesuaikan yang dengannya barang kerajinan yng bakal dibuat (misalnya: karpet, tas, hiasan dinding). Menggambar ukuran serta motif yng dimau-kan, lantas menetapkan warna-warna pada motif yng dimau-kan.
11. Penenunan.
Simpulan
Didasari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwasanya bulu kambing sebetulnya Amat potensial distribusi atau bisa juga dikatakan bakal dijadikan yang dibuat industri, misalnya karpet. Oleh lantaran itu butuh pengembangan yang dibuat industri dari bulu kambing secara optimal agar bisa memperoleh keuntungan makin, menjadikan bisa menaikan taraf hidup masyarakat. Selain itu, butuh mengolah yang dibuat dari bulu kambing ini yang dengannya sebaik-baiknya agar bisa diperoleh yang dibuat yng menyandang kualitas serta tak kalah yang dengannya yang dibuat impor. Akan tetapi, kagak kurang hambatan internal mengembangkan bulu kambing ini menjdai yang dibuat industri, semisal keterbatasan modal, SDM belum terampil, keterbatasan perangkat serta masih simpel, ketersediaan bahan baku yng relatif kagak banyak menjadikan ketersediaan benangnya dibatasi, waktu pembuatannya yng lama, atau kagak banyak ataupun belum ada pengusaha yng bergerak pada bagian ini.
Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Prospek serta Arah Pengembangan Agribisnis Kambing-Domba. (http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/files/0107L_KADO.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Biro Humas Provinsi Jawa Tengah. 2010. Wamentan Luncurkan Kambing Kaligesing. (http://promojateng-pemprovjateng.com/). Diakses tanggal 17 April 2011.
Ernawati, Izwerni, serta W. Nelmira. 2008. Tata Busana distribusi atau bisa juga dikatakan bakal SMK Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar serta Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. (http://ictsleman.ath.cx/pustaka/bse/04_SMK-MAK/kelas11_smk_tata_busana_ernawati.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Mulyono, S. serta B. Sarwono. 2009. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu, serta E. Sihite. 2008. Petunjuk Teknis Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Pusat Penelitian serta Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. (http://lolitkambing.litbang.deptan.go.id/juknisplasmanutfah.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu serta Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. (http://digilib.usu.ac.id). Diakses tanggal 17 April 2011.
Sari. I. 2009. Permadani Tidak Sekadar Alas Kaki. (http://www.tempointeraktif.com). Diakses tanggal 17 April 2011.
Bunyi Media. 2009. Permadani, Buah Karya Peninggalan Kesenian Islam. (http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/7476-permadani-buah-karya-peninggalan-kesenian-islam.html). Diakses tanggal 17 April 2011.
sumber : alifahmj.blogspot.com